Ketua APWI Kemenag, Dr. Rofikatul Karimah: Bentrokan di Bitung Bukan Persolan Biasa, Sinyal Krisis Moderasi Beragama

PERISTIWA

Ketua  Asosiasi Profesi Widyaiswara  Indonesia  (APWI)  Kementerian Agama Dr. Hj. Rofikatul Karimah, S.Ag., M.Si menilai bentrokan antara Ormas dan massa pembela Palestina di Kota Bitung, Sulawesi Utara, bukan spontanitas peristiwa kriminal, melainkan konflik yang disulut oleh sensitifitas bernuansa agama. ada semacam kelemahan moderasi, sikap kekerasan terhadap golongan dan tidak menjaga kondusifitas, tuturnya.

apapun motifnya, tentu peristiwa tersebut menggambarkan adanya krisis komitmen kebangsaan semua pihak. Tidak ada yang disalahkan, tapi perlu dikaji ulang kenapa terjadi bentrokan. Buktinya upaya untuk menciptakan suasana kondusif dalam beragama sudah hilang, tandas Fika, Alumni S3 Universitas Brawijaya, Malang.

Seperti yang disampaikan Kapolres Bitung AKBP Tommy Bambang Souissa, bentrokan terjadi sangat cepat. Berawal dari salah satu Ormas merayakan HUT ke-12 di wilayah GOR Dua Saudara Bitung, tidak lama kemudian lewatlah aksi bela Palestina di lokasi tersebut, secara spontan, terjadilah bentrokan yang disinyalir karena kesalahpahaman”, jelas Tommy.

Menurut Fika, langkah yang dilakukan oleh Kapolres Bitung sudah tepat dengan memberikan izin kepada Ormas, hanya saja rasa menjaga ketertiban, kondusifitas dan ketenangan antar ormas tidak dimiliki oleh pihak-pihak yang bentrok. ada potensi konflik agama, buktinya, pihak yang terlibat itu berlatar keagamaan. Entah karena kecemburuan sosial, sensifitas agama, atau apapun itu, yang pasti kita jangan terjebak pada kata kesalahpahaman, itu kurang logis jika sampai terjadi korban, ungkap Pembina Lembaga Kemaslakhatan Keluarga Nahdlotul Ulama (LKKNU) ini juga.

Komitmen kebangsaan merupakan salah satu unsur dari sikap moderasi beragama. Setiap umat ataupun golongan (termasuk Ormas), harus mampu berpikir dan bersikap kondusif terhadap lingkungan sekitar yang sama maupun berbeda. Jika ormas dan massa pembela Palestina tidak mampu bersikap demikian, berarti telah terjadi krisis moderasi beragama. ini merupakan problem serius, moderasi beragama harus ditingkatkan agar konflik tidak terulang bahkan berlarut-larut. Kita sudah melihat betapa kejam yang ditontonkan dalam vidio, pungkas alumni Pondok Pesantren Al Ishlah   Kediri ini.

Seperti yang diutarakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, menanggapi peristwa bentrokan di Bitung, semestinya agama dijadikan sumber kasih sayang, bukan sumber perpecahan. Menurut Fika, apa yang dikatakan Menag perlu ditindak-lanjuti dengan kembali menggaungkan kondusifitas melalui jalan moderasi beragama. perlu diagendakan secara massif di Bitung. Konflik tersebut semacam sinyal keras bahwa selama ini telah memercik api-api perpecahan. Maka perlu diperkuat dengan moderasi beragama, ungkap beliau,

Kita tahu, selain komitmen kebangsaan, unsur moderasi beragama berupa anti kekerasan, toleransi dan adaptasi budaya lokal, Fika melihat semua unsur telah dilanggar oleh para pihak. Kedua pihak mengedepankan kekerasan untuk menyelesaikan masalah paham, tidak ada toleransi dan sama sekali tidak menghormati budaya setempat. Ini menggambarkan bahwa unsur moderasi beragama telah luntur atau bahkan hilang di Bitung.

kalau sudah kuat moderasi beragamanya, toh tidak mungkin menggunakan cara-cara keras menyelesaikan persoalan, lebih mengutamakan musyawarah, halus, toleran, mudah memaafkan, tidak tersulut amarah. Kalau sudah memukul, bahkan sampai membunuh, ini perlu penangangan khusus, tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *