Ketua Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia (APWI) Kementerian Agama Dr. Hj. Rofikatul Karimah, S.Ag., M.Si yang juga sebagai Pembina Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU) mengecam keras peristiwa bentrokan di Bitung Sulawesi Utara yang melibatkan salah satu ormas dengan massa pembela Palestina. “sangat disayangkan, kembali terjadi konflik oleh organisasi keagamaan. Kita harus melek, ini jelas melukai persatuan dan mendesak dilakukan upaya-upaya moderasi” Sebagaimana disampaikan Kapolres Bitung AKBP Tommy Bambang Souissa, bentrokan terjadi karena kesalahpahaman. Ketik salah satu ormas merayakan HUT di wilayah GOR Dua Saudara Bitung, tiba-tiba massa mengatasnamakan pembela Palestina datang dan terjadi pertikaian. Peristiwa ini tentu menciderai persatuan bangsa kita, melukai kebinnekaan, anti moderasi dan menambah catatan buruk keragaman nusantara. “saya sangat prihatin. Kita ini punya konstitusi, janji persatuan, bahkan Menag sudah menggaungkan moderasi beragama. Tapi kenapa masih ada konflik-konflik melibatkan organisasi atau massa keagamaan? Saya melihat ada banyak Pe’er yang perlu diselesaikan, termasuk embrio-embrio aliran keagamaan yang mengedepankan kekerasan. Walau bukan ekstremes, toh kalau jalan yang diambil keras, ya sama saja”, jelas Fika, yang juga alumnus doktor Brawijaya Malang. Ketua APWI ini menguatkan pendapatnya dengan mengutip pendapat beberapa tokoh dunia, seperti Arkoun dan Bethner, konflik yang melibatkan massa keagamaan, sudah bukan lagi masalah sederhana, bukan juga masalah biasa atau sering disebut maslaah “kemanusiaan”, tapi sudah masuk pada ranah agama. Keragaman aliran agama, memang layaknya permata berbalut mutiara, namun jika tidak mampu dikelola, akan berbalik menjadi lahar yang melabur ke seluruh sudut. ”ini sudah masuk ke wilayah kriminal, keras dan anti kemanusiaan. Konflik dilakukan oleh ormas agama, harus diselesaikan dengan cara-cara berlatar agama juga. Agama semestinya memberikan perdamaian, ketenangan, ketentraman, bukan malah membuat rusuh dan bahkan melukai. Jika begini adanya, tentu ada yang salah dari cara memahami agama yang dianutnya”, pungkas alumni Pondok Pesantren Al Ishlah Kediri ini. Lanjutnya, bentrokan ini jangan dianggap sepele. Ini adalah sinyal bahwa ada wilayah yang perlu dikuatkan pemahaman agamanya, diberikan penguatan moderasi beragama. Dibutuhkan intervensi semua pihak untuk menyelesaikan pesoalan sampai tuntas ke akar-akarnya. “baik tokoh masayarakat, guru, penyuluh agama, widyaiswara, dosen untuk meningkatkan perannya dalam mengimplemtasikan kecerdasan sosial, tanggap terhadap peristiwa lingkungan sosial, agar konflik atau bentrokan tidak terjadi. Apalagi seorang ASN harus mengambil peran dan fungsi sebagai pelaksana kebijakan, pelayanan punlik dan pemersatu bangsa”, harapnya dengan lantang.