Gpnindonesia.com, Nganjuk – Minggu 14 Februari 2021, Hari itu tak mungkin mudah dilupakan warga Desa Selopuro, Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk. Bencana alam yang terjadi sekitar pukul 18.00 Wib itu telah menelan Korban Jiwa sebanyak 19 orang, 2 orang selamat dan ratusan orang terpaksa dievakuasi ke tempat yang lebih aman di SDN 3 Ngetos.
Pasca kejadian warga tidak diperbolehkan Kembali menempati rumahnya, sehingga warga di evakuasi untuk sementara waktu kontrak di rumah warga lainnya di Desa Ngetos, yang biayanya ditanggung pemerintah dengan rincian sebesar Rp. 500.000 untuk sewa kontrakan rumah dan Rp. 300.000 untuk kehidupan sehari-hari.
Pemerintah berencana merelokasi warga selopuro, namun hingga satu tahun berlalu relokasi kepada warga terdampak belum juga terealisasi. Padahal berdasarkan keterangan sejumlah warga, mereka dijanjikan paling lambat 6 bulan pasca longsor sudah dilakukan relokasi.
Kisah pilu peristiwa longsor itu masih teringat dibenak Sukarman (36), pada saat kejadian longsor ia sedang bekerja di luar kota, meniggalkan dua anak dan satu istrinya demi mencari nafkah. Kemudian mendapatkan kabar dari temannya bahwa Dusun Selopuro tejadi longsor. Sukarman bergegas pulang kampung untuk memastikan keadaan keluarganya. Nahas Istrinya menjadi salah satu korban meninggal dunia, sedangkan kedua anaknya berhasil selamat.
“Waktu kejadian kan malam, jam 8 (malam) dapat kabar, jam 10 (malam) saya pulang. Terus jam 4 sore saya baru nyampek rumah. Istri sudah meninggal” Kata Sukorno.
Kini ia hanya bisa pasrah menerima keadaan. Ia tak bisa bekerja karena kedua buah hatin kembarnya yang berumur sekitar satu tahun tidak bisa ditinggal pergi, sehingga sukarno tidak bisa bekerja, hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah setiap bulannya sebesar 500 ribu untuk sewa kontrakan dan 300 ribu untuk kehidupan sehari.
“Kehidupan sehari-hari Cuma momong, badhe kerja mboten saget, belum bisa ditinggal putranipun (Kehidupan sehari-hari hanya mengasuh anak, untuk kerja anak tidak bisa ditinggal).” Kata Sukarman.
Sukarman mengaku bentuan dari pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, bahkan bantuan lainnya berupa sembako tidak diberikan sejak dua bulan terakhir, sedangkan terkait rencana relokasi telah dijanjikan kepada warga bahwa paling lambat 6 Bulan Pasca longsor warga sudah menempati rumah baru relokasi.
“Harapannya untuk pemerintah relokasinya itu cepat untuk pembangunan rumah itu. Soalnya kalau ditempat kos kan gak enak toh lama-lama, Sudah satu tahun ngekos” Katanya.
Hal senada di ungkapkan oleh Jumadi (55), Sudah setahun ini ia menempati rumah kontrak, sedangkan bantuan dari pemerintah tidak cukup untuk memenuhi kehidupannya yang tinggal bersama 3 anak dan 1 istrinya. Pantauan gpnindonesia.com, Jumadi sedang bekerja sebagai tukang bangunan di rumah warga yang ada di Desa Ngetos.
“Jenenge wong omah-omah yo panggah mikir, tetep bekerja, terus ora bekerja ki mangan opo. (Namanya orang berumah tangga tetap berpikir, jika tidak bekerja terus makan apa)” Kata Jumadi. .
Jumadi mengaku setelah mendengar adanya rencana relokasi dari pemerintah, ia membongkar rumahnya, meskipun rumahnya masih layak bisa ditempati. Jumadi akan nekat Kembali kerumahnya jika pemerintah tak segera melakukan relokasi.
“Janjine ki pokok e paling cepat 5 bulan paling lambat 6 bulan, terus sampai sekarang pirang wulan, terus wes sampek gak enek opo-opo iki, harapane ki pokok e secepatnya, nek terah gak ndang di anu mbalik nang omah e dewe-dewe ngno. (Janjinya paling cepat 5 bulan paling lambat 6 bulan, terus sampai sekarang tidak ada apa-apa. Harapannya pokok secepatnya, kalau tidak segera ada Tindakan, Kembali ke rumah masing-masing)” Kata Jumadi.
Camat Ngetos, Widi Cahyono mengatakan, Pada tanggal 28 Januari 2022 telah dilaksanakan rapat Koordinasi lintas sektoral terkait rencana relokasi warga terdampak longsor Dusun Selopuro. Dari rapat tersebut diketahui rencananya warga akan direlokasi di tanah milik perhutani, yang lokasinya sekitar 1 Kilometer dari Kecamatan Ngetos.
“Rencana relokasi yang kami tahu kalau tidak salah ada sekitar 48 rumah, warga sudah tidak diperbolehkan Kembali karena memang disana kondisinya rawan, untuk mencegah hal yang tidak kita inginkan” Kata Widi.
Widi juga mengungkapkan telah mendengar keluhan masyarakat terkait rencana relokasi, yang disampaikan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), namun widi belum bisa memastikan kapan relokasi dapat terealisasi, sebab hal itu merupakan kapasitas Pemerintah Pusat.
“Kami belum bisa memastikan (Kapan dilakukan relokasi). Mohon maaf” Pungkasnya. (Red)