Jum’at 21 Juni 2024,Dalam pemilu bersamaan antara Pileg dan Pilpres, ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap perolehan suara atau kursi.
Pertama, figur capres/cawapres yang terasosiasi/kader partai.Kedua, kekuatan birokrasi dan jaringan formal dan non formal kepala daerah yang terasosiasi/kader partai.Ketiga, kekuatan line up caleg dalam dapil dan jumlah kursi yang diperebutkan di sebuah dapil.Keempat, faktor-faktor lainnya termasuk yang yang terjadi di pemilu 2024 soal kemenangan dan kekuatan logistik.
Faktor itu tidak mutlak terjadi disebuah propinsi, kabupaten/kota dan dapil.Mengapa? Karena ada satu propinsi dapilnya cukup banyak dan kabupaten/kotanya juga besar seperti , Jabar, Jatim, Jateng.
Ada juga satu propinsi dapilnya hanya 2 atau 3 dengan kabupaten/kota yang juga banyak seperti Aceh, Sumbar, Riau, Sumsel, lampung, sumut, DKI dan Sulsel, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel.
Ada juga yang satu propinsi yang dapilnya hanya 1 namun Kabupaten/kota yang tidak sedikit seperti Jambi, Babel, Kepri, Yogya, Bali, Sultra, Sulut, Sulteng Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Induk, Papua pegunungan, Papua tengah, Papua selatan.Sekali lagi, faktor-faktor itu tidak mutlak terjadi di sebuah dapil.
Namun, kalau dicermati minimal setelah pemilu 2009 dan sejak pilkada langsung 2017 sampai pilkada 2020, ada hubungannya posisi Presiden inkumben/capres dan kepala daerah yang terpilih terasosiasi/kader dengan perolehan suara atau kursi di sebuah dapil.
Era 2004 2014, sangat berbeda dengan sekarang, Kader Partai Demokrat bisa menjadi Presiden dan Partainya sampai saat ini belum pecah rekor perolehan kursinya di DPR RI tahun 2009 =di saat tidak menguasai posisi kepala daerah. Ini juga yang menjelaskan mengapa kemenangan SBY dan Demokrat di 2004 – 2009 diperoleh dengan fair dan tidak terjadi tuduhan pemilu curang. Hampir semua menerima kemenangan SBY dan Demokrat baik secara nasional dan internasional. Kalaupun ada tuduhan curang, itu hanya teriakan beberapa tokoh politik yang tidak bisa menerima kekalahan=
Tidak ada struktur birokrasi sampai ke desa dan TPS yang dikuasai Partai Demokrat saat itu namun bisa menang Pilpres dan Pileg.Kekuatan figur SBY sangat kuat dan dipercaya rakyat. Belum pernah terjadi dalam sejarah pemilu di Indonesia bahkan mungkin tidak ditemukan dalam literatur politik pemilu minimal yang pernah saya baca.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita menyesuaikan dengan perkembangan politik pemilu khususnya yang terjadi saat ini dimana kualitas pemilu yang menurun, politik uang makin besar, para anggota parlemen mulai menjadi sorotan karena produk popularitas dan politik uang yang datang dari keluarga besar pejabat daerah?
Menurut saya ini akar masalah yang perlu kita perhatikan cukup serius menjelang pilkada serentak november nanti. Terjadi perubahan prilaku politik sampai ke desa dan TPS akibat kewenangan besar kepala daerah terutama di propinsi dan kabupaten/kota.
Sekali lagi saatnya kita menyesuaikan strategi, tanpa harus mengikuti jalan politik yg keliru dan memukul mundur laju gerak sejarah.
@bangunpagingopi