GPN Indonesia.com,KEDIRI – Pasca santer diberitakan adanya dugaan pungli alias pungutan liar dalam proses pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), ATR/BPN Kabupaten Kediri angkat bicara.
Kepala Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) Kabupaten Kediri, La Ode Asrafil, mengatakan hingga kini belum mengetahui adanya dugaan pungli tersebut. Alasannya, sejauh ini belum ada laporan secara resmi dari pemerintah desa perihal adanya tambahan biaya.
” Berdasar Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, ditetapkan biaya untuk pengurusan PTSL di wilayah Jawa-Bali sebesar Rp. 150 ribu, ” katanya, belum lama ini.
Disingung terkait mencuatnya berita perihal adanya biaya pengurusan PTSL yang nilain mencapai Rp. 600 ribu per bidang atau pemohon, bahkan lebih, pihaknya mengaku tidak tahu menahu.
” Saya tidak tahu, bahkan tidak ada laporan dari desa adanya biaya tambahan pengurusan PTSL sebesar Rp. 600 ribu atau bahkan lebih,” dalihnya.
Hanya saja, kata dia lebih lanjut, jikalau ada tambahan biaya di luar atau lebih dari yang ditetapkan SKB 3 Menteri, maka harus berpedoman pada Peraturan Bupati (Perbup) Kediri nomer 6 Tahun 2020 tentang persiapan pendaftaran tanah sistemis lengkap.
” Yang saya ketahui dalam Perbub Kediri tersebut, memungkinkan ada biaya tambahan jika biaya tidak mencukupi ketika kegiatan pra PTSL,” ujarnya
Sayangnya, pihaknya tidak menyebutkan secara detail dan spesifik tentang isi peraturan tersebut, terutama ihwal yang memperbolehkan adanya pematokan biaya PTSL yang nilainya mencapai Rp 600 ribu per bidang bahkan lebih itu.
Menurut dia, jikalau ada tambahan biaya pengurusan PSTL, itu musti ada hasil dari kesepakatan warga dengan kelompok masyarakat (pokmas).
” Di Perbub Kediri, diperbolehkan untuk penambahan biaya pra PTSL. Dan persoalan itu bukan ranah atau kewenangan kami, ” ucapnya.
Padahal menurut data dan informasi dihimpun, tak sedikit masyarakat selaku pemohon atau peserta itu justru mengaku tidak pernah diajak musyawarah tentang penatapan biaya pengurusan PSTL.
Anehnya lagi, diduga kuat masyarakat malah dipaksa membuat surat pernyataan. Selain itu, usai membayar lunas biaya pengurusan PSTL, tidak diberi bukti transaksi berupa kuitansi, melainkan hanya bukti tanda terima saja. (Wan)