KEDIRI –GPN Indonesia.com PTSL merupakan salah satu program pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah secara gratis, memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah.
Namun, momentum tersebut diduga kuat telah dimanfaatkan oleh beberapa kelompok hingga oknum pejabat sebagai aji mumpung untuk memperkaya diri dengan cara meraup keuntungan lebih.
Sebagaimana diungkakan Verry Achmad, S.H selaku ketua umum LSM Gerakan Pemuda Nusantara (GPM) saat diwawancarai awak media, pihaknya mengatakan bahwa Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kediri sangat rentan dimanfaatkan segelintir oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Karenanya, aparat hukum harus mengawasi secara ketat, agar tak mudah dimanfaatkan.
” Pelaksanaan PTSL di lapangan sering memicu polemik. Salah satu penyebabnya, yaitu adanya praktik “aji mumpung” yang didgua dilakukan oknum panitia Pokmas dan oknum di pemerintah desa,” katanya, Rabu (22/05/2024).
Berdasar temuan dan pengaduan dari masyarakat, kata bung Verry -sapaan akrabnya- ini, adapun modus untuk meraup keuntungan dari program PTSL diantaranya, pada saat proses pelaksanaan PTSL mulai dari sosialisasi, penunjukan panitia Pokmas hingga musyawarah itu diduga hanya melibatkan sejumlah orang saja.
“ Informasi yang kami terima, pada saat sosialisasi dan musyawarah itu yang diundang hanya orang-orang tertentu, seperti orang dekatnya oknum kepala desa, beberapa ketua RW dan ketua RT. Jadi tanpa menghadirkan warga, ” ujar aktivis senior ini.
Karena tidak dilibatkan, kata dia, akibatnya mayarakat tidak mengatahui apalagi mamahami secara utuh tentang program dari pemerintah tersebut, “ yang hanya diketahui masyarakat itu ada kegiatan PTSL, lalu menyerahkan dokumen kepemilikan atau surat tanah dan membayar biaya pengurusan PTSL. Selebihnya tiak tahu, “ cetusnya.
Kemudian, dia melanjutkan, berdasar hasil musyawarah yang diduga tak melibatkan masyarakat itu dianggap sebagai kesepakatan bersama. Artinya, masyarakat diminta untuk wajib mematuhi dan menjalankan keputusan yang salah satunya terkait penetapan biaya pengurusan PTSL.
“ Jadi, adanya penetapan biaya PTSL mulai dari Rp 600 ribu hingga Rp.750 ribu per bidang, masyarakat dengan terpaksa akan bersedia membayar. Karena, biaya itu dinilai lebih murah ketimbang mengurus sertifikat tanah secara mandiri , “ terangnya.
Selain itu, menurut aktifis kawakan ini, yang tampak janggal adalah masyarakat yang sudah membayar biaya PTSL, hanya diberi tanda terima saja. Sementara, rincian peruntukan biaya PTSL dan kuitansi tidak diberikan
.
“ Warga yang sudah membayar tidak diberi kuitansi dan tidak disebutkan secara detail, uang itu (biaya PTSL-red) digunakan apa saja. Padahal, kuitansi itu sebagai dokumen bukti pembayaran atau tanda bukti yang sah dari transaksi pembayaran biaya PTSL, “ tandasnya.
Padahal, dia menegaskan, sesuai surat keputusan bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, program PTSL tetap dikenakan biaya sebesar Rp 150.000.
“Untuk mencegahnya, aparat penegak hukum harus bisa mengawasi secara ketat program tersebut,” pintanya.
Dia juga mengatakan, dalam SKB tiga Menteri Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017 tentang pembiayaan persiapan pendaftaran tanah sistematis, dijelaskan bahwa biayanya Rp 150.000 per bidang.
“ Lebih jelasnya, hal itu dimaksudkan untuk pembelian patok empat buah, materai satu lembar, administrasi serta transportasi aparat desa, “ sebutnya.
Untuk itu, pihaknya menambahkan akan melakukan koordinasi dengan aktivis lainnya, terutama di wilayah kabupten Kediri untuk memantau pelaksanaan program pemerintah yang tidak jarang dimanfaatkan oknum. Dia mendesak, pihak berkompeten dan aparat penegak hukum segera bertindak dan tidak hanya tinggal diam.
“Jika ada Pokmas, oknum pemerintah desa maupun oknum kepala desa yang menjadikan PTSL untuk “aji mumpung” untuk memperkaya diri dengan dalih untuk biaya administrasi. Maka harus diproses sesuai aturan dan prosedur hukum,” harapnya.
Hampir senada dikatakan aktivis lainnya, Mustakin. Menurutnya, masyarakat khususnya pemohon sertifikat pada PTSL jangan mau dibodohi oknum. Sehingga, membayar tidak sesuai ketentuan.
”Dalam sosialisasi sudah dijelaskan. Oleh karena itu, para pemohon seharusnya menolak permintaan biaya yang tidak sesuai aturan,” tuturnya. (wan)