Jakarta- Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAKP) angkat suara menyoroti kasus dugaan pemalsuan Surat alias surat pengunduran diri palsu atas nama Riki Douglash Ambrauw mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua yang terjadi di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua yang diduga melibatkan oknum pejabat di BKD Papua pada November 2021 silam. Kasus ini terkuak setelah ada laporan dari Riki Ambrauw ke Polda Papua melalui Ditreskrimum atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat pengunduran dirinya.
Saat dikonfirmasi awak media, Kepala Sub Bidang Pengembangan Karier Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua, Yehezkiel Ben Tecuari membenarkan adanya kasus dugaan pemalsuan surat pengunduran diri atas nama Riki Ambrauw dari jabatan kepala DInas Perhubungan Provinsi Papua. Iya benar kasus ini sedang ditangani Polda, ujar Tacuari pada Minggu (12/02/2023).
Tacuari mengakui ia telah diperiksa penyidik Polda Papua beberapa waktu lalu terkait kasus tersebut.
Selain Tecuari, ada beberapa pejabat BKD yang juga diperiksa yaitu pelaksana tugas (Plt) Kepala BKD Jackson Elabi dan Kepala BKD Provinsi Papua Marthen Kogoya yang saat ini menjabat sebagai Pj. Bupati Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan.
Ketika dimintai penjelasan lebih lanjut, Tacuari enggan menanggapinya dan hanya mengatakan dirinya tidak memiliki wewenang untuk menjelaskan. “Silahkan tanyakan kepada Plt. Kepala BKD”, tegas Tecuari.
Menanggapi hal ini, Ketua Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAKP) A. Rasyid mengapresiasi langkah cepat Polda Papua karena telah menangani kasus ini dengan memeriksa sejumlah pihak dari pejabat BKD Provinsi.
Dia menegaskan, kasus ini sangat mudah untuk ditangani dan tidak membutuhkan waktu yang lama , karena sudah jelas ada korban atau pihak yang dirugikan dan sudah melaporkan sehingga tinggal ditelusuri siapa yang membuat, siapa yang menyuruh membuat dan siapa yang menggunakan serta untuk keperluan apa surat itu dipalsukan, jadi sederhana sekali.
“Kasus seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh staf atau pejabat dibawah, karena mereka bukan “decision maker” atau pengambil keputusan . Jadi ini pasti melibatkan pejabat teras di BKD yang tujuannya adalah untuk membenarkan sebuah kebijakan yang telah diambil atau yang akan diambil, ujar A. Rasyid dalam keterangannya pada redaksi, Selasa (14/02/2023).
Menurut A. Rasyid, karena ini sebuah kejahatan birokrasi, maka penegak hukum dalam hal ini Polda Papua harus sungguh-sungguh memproses kasus ini dan menyeret mereka yang terlibat ke ranah hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Apalagi pejabat tertinggi di Badan Kepegawaian Daerah di Provinsi Papua saat ini menjabat sebagai Pj. Bupati di salah satu kabupaten, sehingga ini perlu diusut tuntas untuk mempertegas integritas yang bersangkutan, Sebut Rasyid.
“LAKP akan pantau dan kawal kasus ini hingga tuntas karena reformasi birokrasi merupakan salah satu program prioritas dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sehingga tidak boleh ada pejabat di daerah yang bermain-main dengan kasus seperti ini”, ucap Rasyid.
Harusnya bukan hanya pidana saja yang diproses tapi juga pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN juga diproses sebagaimana ketentuan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), pungkas A. Rasyid.