Jakarta – Hasil konfirmasi melalui media telepon seluler dengan Kolano Moloku Kie Raha Wilayah Sanana, Taliabu Dan Mangoli, beliau menyampaikan pandangan-pandangannya dalam menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi khususnya di Wilayah Adat Hak Ulayat, Sanana, Taliabu dan Mangoli.
Menurut Kolano, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/1/2023), bahwa sudah menjadi tanggung jawab seluruh rakyat maupun elemen Pemerintah pada berbagai tingkat di Kabupaten Kepulauan Sula, maupun Taliabu dan Mangoli untuk ikut serta membangun Kebesaran Adat yang selama ini tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Kolano lagi bahwa sudah menjadi tradisi sosial yang terpelihara dalam kultur masyarakat Sanana, Taliabu dan Mangoli, bahwa masyarakat Sanana, Taliabu dan Mangoli merupakan komunitas masyarakat yang sudah sejak lama hidup berlandaskan pada Adat dan Budaya.
Namun kondisi yang terjadi saat ini menurut pengamatan Kolano, sangat miris. Seolah-olah Sanana, Taliabu dan Mangoli dianggap Pulau kosong (negeri tak berpenghuni).
Dengan demikian manyarakat pun turut serta tercabut dari akar budayanya, hilang kepercayaan dan jati dirinya terhadap keyakinan akan nilai-nilai luhur yang sudah sejak lama ada secara turun temurun.
Hal tersebut menurut Kolano sangat berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama mengenai tegaknya demokrasi di tengah-tengah rakyat. Namun kondisi riil yang terjadi saat ini justru terbalik khususnya pada Wilayah Adat Hak Ulayat Sanana, Taliabu dan Mangoli.
Hal itu pun sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan Government Formal yang berlandaskan Otonomi Daerah, yang dalam hal ini ruh dan jiwanya bersumber dari semangat kearifan lokal.
“Indonesia yang sangat kita cintai ini sangat kaya akan sumber daya alam, baik yang ada di permukaan tanah maupun yang terkandung dalam perut buminya. Meskipun kita kaya akan sumber daya alam yang luar biasa, namun manusia tetaplah menjadi key person dalam proses mengolah, menjaga dan menyimpannya,” ujar Kolano.
Manusia yang dimaksud Kolano dalam hal ini adalah manusia yang beradat dan berbudaya terlebih pada Wilayah Adat Hak Ulayat Sanana, Taliabu dan Mangoli.
Ada sebagain, menurut Kolano orang yang mengatakan bahwa Sanana, Taliabu dan Mangoli bukan Tanah Adat. Hal tersebut justru sangat bertentangan dengan landasan dan falsafah para leluhur.
“Sejak saya diberi Kuasa/Mandat Nomor : 100/MKR-KT/II/2009, tertanggal 13 Februari 2009. Beliau (Almarhum) Kolano Moloku Kie Raha Kesultanan Ternate, Orang Tua Saya Drs. Hi Mudaffar Syah, M.Si. sudah mewasiatkan kepada saya untuk menegakkan kembali Adat Hak Ulayat di tiga Pulau Sanana, Taliabu dan Mangoli. Gugat siapapun yang mengatakan bahwa di Sula Besi atau Sanana, Taliabu dan Mangoli bukan Wilayah Ulayat,” ditegaskan Kolano.
Menyikapi hal tersebut, Kolano pun menyatakan akan tetap berpegang teguh pada wasiat Almarhum terutama menganai penegakan Hak Ulayat di Bumi Sula Besi, Sanana, Taliabu dan Mangoli. Disamping wasiat lainnya yang tidak diuraikan secara terperinci.
Dipenghujung pembicaraan via telepon, Kolano menyatakan akan ikut mengawal bala bantuan Pemerintahan Daerah khususnya Wilayah Sanana, Taliabu dan Mangoli, terutama mengenai beberapa kerja sama antara Pemerintah Daerah dalam hal kerjasama sengan beberapa pihak, terutama dalam hal pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam di Sanana, Taliabu dan Mangoli yang merupakan Wilayah Adat Hak Ulayat sebagaimana dimaksud Kolano.
Kolano berpesan bahwa seluruh rakyat Sanana, Taliabu dan Mangoli adalah bagian dari Masyarakat Adat Moloku Kie Raha Kesultanan Ternate yang patut dihargai hak-haknya sebagaimana masyarakat di belahan daerah lain dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.