Oleh
Andrianto
Aktivis Reformasi 1998
Musuh utama Reformasi adalah kekuasaan yang hagemonistik sehingga Negara begitu kuat mencengkram hingga menjadi Otoriter. Dulu perangkat hukumnya UU Subversi dan pasal karet Hatzai Artikelen Psl 134/136 KUHP tidak terhingga Aktivis yang di penjara termasuk penulis.
Akhirnya akumulasi krisis moneter yang melanda Asia hingga menghukum para ‘macan asia termasuk Indonesia tersingkapnya budaya KKN yang parah.
Rezim Orbapun tumbang.
Kini setelah 24 thn apa relevansi Reformasi saat ini?
Setelah tujuh tahun Jokowi kuasa? Malah terjadi lagi hagemonistik yang otoriter dngan senjata pemukulnya UU ITE & UU no 1/1946 sudah tidak terhitung banyaknya Aktivis yg masuk penjara misal Habib Riziq, Ratna Sarumpaet, Syahganda, Jumhur Hidayat, Akbar Husin, Jalih Pitung, Rijal Kobar dll.
Belum lagi yang di tangkap dan di siksa aparat namun tdak berlanjut ke persidangan dalam peristiwa tragedi Bawaslu Mei 2019, demo penolakan UU KPK, UU Omnibus law dll.
Bahkan ada upaya pula mau mengamandemen UUD untuk Perpanjangan Jabatan Presiden. Yang ironi KKN bak subur kembali menyentuh kekeluarga terdekat Presiden yang sudah dilaporkan kawan Aktivis 98 Ubedilah Badrun ke KPK.
Yang miris para Cukong dan Taipan berwujud Oligarki sudah ikut cawe cawe di balik adanya policy UU Minerba /2020 pengerukan SDA semisal Batubara, Nikel, Bauksit dll. Termasuk ngototnya IKN ada bau amis Oligarki.
Sementara kualitas Demokrasi tidak makin baik.
Status Quo rezim begitu terlihat dengan di pertahankannya Presiden Threshold 20 % .
Biaya pemilupun makin selangit sudah di putus 76 Triliun. Angka yang besar 40 x lipat biaya Pemilu 99 yang masih terbaik setelah pemilu 1955.
Kini Rakyat berharap ada kekuatan perubahan yang bisa kembali meluruskan Reformasi yang makin tergerus di era Jokowi ini.
Di tengah ancaman krisis ekonomi yang kian jelang semoga bisa terwujud sehingga Pemilu bisa selekasnya dengan aturan main yang kontributif terhadap kemauan Rakyat yang ingin Presiden tidak lagi modal pencitraan yang di sokong Oligarki. Harus terwujud dengan Nol Persen PT dan Penyelenggaran Pemilu seperti tahun 99 ada wakil Parpol.
Kalo bisa cepat makin baik kenapa tidak?