Jakarta – Sejumlah masa yang berasal dari organisasi masyarakat (ormas) Barisan Adat Raja Sultan Nusantara (BARANUSA) Kepulauan Sula, Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di kantor pusat PT. Barito Pacific, TBK di kawasan Slipi Jakarta Barat, Rabu (6/12/2023).
Masa membentangkan spanduk dan sejumlah poster berisi tuntutan yang menjadi aspirasi Baranusa Kepulauan Sula. Isi tuntutan itu antara lain meminta PT. Barito Pacific membebaskan 8 orang warga masyarakat adat Sula yang di penjara karena laporan PT. Barito Pacific akibat konflik agraria di desa Falabisahaya, Pulau Mangoli Kabupaten Kepulauan Sula.
Bronson Reki Gohu Koordinator Aksi Barisan Adat Raja Sultan Nusantara (BARANUSA) Kepulauan Sula, Maluku Utara mengatakan, tahun 1970 PT Mangoli Timber Procedure (Mantip) perusahaan PMA asal Philiphina mendapat Hak Pengelolaan Hutan (HPH) di Kepulauan Sula Maluku Utara. PT. Mangtip membutuhkan lahan/tanah untuk tempat penampungan kayu (log pond) dan pelabuhan muatan kayu maka PT. Mangtip di kebun milik warga saat itu tahun 1970 bertempat dusun Falabisahaya Desa Leko Sula dengan perjanjian harga Rp. 500 s/d 5.000 per pohon.
Pada tahun 1983 oleh PT. Barito Pacific status tanah milik adat masyarakat tersebut di rubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) tanpa ganti rugi tanah dan tanpa ada perjanjian dengan pelepasan hak dari hak milik menjadi HGB dengan Akta Authentik pelepasan hak berdasarkan ketentuan – ketentuan hukum Agraria.
“Tahun 1983 Gubernur Maluku dengan surat keputusan No : DA- 116/4/HGB/Malut/1983 dan No : 117/5/HGB/Malut/1983 tertanggal 14 Maret 1983 dan kepala kantor Agraria Kabupaten Maluku Utara atas nama Bupati KDH Maluku Utara menerbitkan 2 (dua) buah sertifikat HGB masing – masing No : 1/Kampung Falabisahaya dengan luas 405.432 M2 dan HGB No : 2/Kampung Falabisahaya dengan luas 276.178 M2 dengan status tanah hak milik adat masyarakat di ubah menjadi tanah negara tanpa di beritahukan kepada pemilik tanah. Kedua sertifikat HGB ini telah berakhir pada 14 Maret 2003”, ujar Reki di kantor pusat PT.Barito Pacific Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Menurut Reki, sesuai Surat Keterangan / Pernyataan Ahli Waris / Pemilik Tanah yang di sah kan dan tercatat dalam akta notaris Fahima Assagaf, SH/Notaris Ternate per tanggal 12 Mei 1970 terkait pembahasan ganti rugi tanaman kelapa dan tanaman lain yang di hadiri oleh Sipa Sultra (Polres Maluku Utara), Syukur Umamit (Pertanahan Kab. Maluku Utara), Naser Soamole (Kepala Desa Leko Sula) dan koordinator masyarakat yang di wakili oleh Jaelani Soamole.
Dari pihak Pimpinan PT. Mangoli Timber di hadiri oleh MR. GUELANIS dan MR. MATLAS A. BENEGAS. Dalam rapat tersebut PT. Mangoli Timber menyampaikan antara lain.
Pertama, perusahaan tidak membeli tanah, hanya membayar ganti rugi tanaman yang ada di atas kulit tanah. Kedua, perusahaan hanya membangun log pond (tempat penampungan kayu). Ketiga, Perusahaan hanya mengontrak tanah selama 20 tahun terhitung 1971 – 1991. Ke empat, Bila PT Mangtip bangkrut maka apa-apa yang ada di kulit tanah kembali ke pemilik tanah (tuan tanah).
“Sejak berakhirnya perjanjian sewa lahan/tanah PT. Mangtip dan pemilik lahan/tanah pada tahun 1991 para ahli waris pemilik lahan belum menerima ganti rugi apa pun terkait dengan lahan/tanah yang saat ini di gunakan oleh PT Mangtib Cq PT. Barito Pacific Cq PT. Sampoerna Kayoe yang mengaku sebagai perusahaan joint operation (JO)”, ujar Reki.
Dia menegaskan, Perusahaan yang beroperasi sejak tahun 1971 ini silih berganti namun dokumen-dokumen terkait joint operation atau dokumen-dokumen lain semisal Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) ahli waris sama sekali tidak tahu atau tidak di beri akses informasi ketika di tanyakan oleh warga.
“Saat ini aktifitas di lokasi perusahaan sejak awal tahun 2023 hanya berupa pemotongan besi-besi tua untuk di muat kapal dengan tujuan awal penjualan ke Surabaya. Dan warga masyarakat adat Falabisahaya yang menuntut haknya, oleh perusahaan di pidanakan. Terakhir 8 orang masyarakat adat Sula di pidanakan oleh PT. Mangtip dengan tuduhan pengrusakan dan pencurian di atas lahan miliknya sendiri”, pungkas Reki.
Seperti di ketahui, adapun dalam aksi kali ini Barisan Adat Raja Sultan Nusantara (BARANUSA) Kepulauan Sula, Maluku Utara selaku pembela hak-hak masyarakat adat menuntut PT. Barito Pacific hal sebagai berikut.
Pertama, segera kembalikan & ganti rugi lahan milik masyarakat adat Falabisahaya, Kepulauan Sula yang selama puluhan tahun di rampas tanpa hak. Kedua, Segera bebaskan 8 masyarakat adat Sula yang patut di duga kuat telah di krimininalisasi.